top of page

"Masyarakat Masa Kini, untuk Laut Masa Depan"

Diperbarui: 17 Des 2020

Oleh: Muhammad Alif Dzulfikar



Isu sampah plastik pada saat ini telah menjadi permasalahan yang paling populer. Dalam OOC (Our Ocean Conference) 2018 yang diadakan di Nusa Dua, Bali, kurang lebih 143 Negara bersama-sama membuat komitmen dalam rangka membuat lingkungan laut yang lebih baik. Dalam pidatonya pada event OOC 2018, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan bahwa, lebih dari 80% sampah yang ada di laut, berasal dari daratan, dan untuk membersihkannya, harus ada tindakan pembersihan sampah di wilayah darat terlebih dahulu. Fakta yang mencengangkan perihal Marine Debris ā€œSampah Lautā€, bahwa Indonesia turut menyumbang sampah laut sekitar 0,48-1,29 metrik, dan sekaligus menjadikan Indonesia sebagai penyumbang sampah plastik terbesar kedua di Dunia setelah Tiongkok (Jambeck 2015, dalam Prasetiawan 2018).

Dampak yang ditimbulkan dari akumulasi sampah plastik di lautan menurut Gallo (2018) dalam Prasetiawan (2018), menyebabkan lautan pada tahun 2025 akan menampung sebanyak 250 ton sampah. Kemudian studi McKinsey (2015), menyatakan bahwa penyebab dari kebocoran sampah plastik adalah karena tidak terpungutnya sampah dan rendahnya nilai beberapa jenis plastik. Menurut Mc Kinsey, 75% sampah di laut berasal dari proses pemungutan yang kurang maksimal, kemudian untuk 25% sisanya adalah kurang efektifnya sistem resmi pengelola sampah. Diikuti dengan jumlah populasi masyarakat pesisir yang sebanyak 187,2 jiwa pada 2010, menyebabkan jumlah produksi sampah rumah tangga juga turut meningkat. Terumbu karang sendiri yang terpapar oleh plastik mengalami 98% kemungkinan untuk terjangkit penyakit. Kajian yang dilakukan Lembaga Ocean Conservancy meneliti bahwa 28% ikan di laut Indonesia telah mengandung plastik.

Dalam mencegah dan mengatasi akumulasi sampah plastik secara eksponensial pada ekosistem laut, berbagai Negara yang berpartisipasi dalam OOC 2018 telah membuat beberapa komitmen. Hal ini terlihat dari beberapa perusahaan skala global seperti Pepsi Co, Danone, Unilever, The Coca Cola Company yang turut memberikan pendanaan dalam aksi penyelamatan laut dari polutan sampah. Menurut Muhajir (2018), disebutkan bahwa beberapa perusahaan global seperti The Coca Cola Company juga turut menargetkan bahwa pada tahun 2030, 100% dari seluruh produknya telah menggunakan kemasan yang recyclable. Di tingkat regional sendiri, Indonesia telah menetapkan MPA (marine protected area) seluas 14 juta kilometer persegi yang termuat dalam hasil OOC 2018. Tentu hal ini mampu mengurangi kemungkinan bertambahnya sampah plastik di laut. Selain itu, Indonesia akan melakukan degradasi 70% sampah plastik di laut pada 2025 mendatang (Prasetiawan 2018).

Selain peran pemerintah dalam mengatur berbagai regulasi yang berkaitan dengan pengelolaan sampah laut, dukungan dan kontribusi dari masyrakat sendiri perlu ditingkatkan guna mengoptimalkan pelaksanaan berbagai regulasi yang telah ditetapkan. Dalam mewujudkan ekosistem laut yang bebas dari sampah, pemerintah telah meluncurkan RAN (Rencana Aksi Nasional) pengelolaan sampah plastik 2017-2025, hal ini merupakan dasar strategis dalam pelaksanaan aksi mewujudkan ekosistem laut yang bebas sampah (Prasetiawan 2018). Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Bersama dengan Menteri Lingkungan Hidup telah menyepakati beberapa keputusan, terkait Sustainable Waste Management, yang salah satunya ialah kebijakan mengenai pembentangan jarring di mulut sungai guna mengurangi aliran sampah yang menuju ke laut. Kebijakan lainnya adalah terkait pembuatan aturan perda untuk upacara adat yang dilaksanakan di laut agar tidak meninggalkan banyak sampah (Pregiwati, 2017).

Beragam kebijakan pemerintah, baik yang sudah disebutkan diatas maupun (banyak lagi) yang belum, tidak akan berdampak signifikan tanpa implementasi nyata dari masyarakat. Implementasi nyata, dalam hal ini adalah penerapan langsung kebijakan pemerintah dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Disini, masyarakat berperan sebagai unit penggerak bagi diri mereka masing-masing, Dalam menjadikan masyarakat sebagai unit penggerak, perlu ditanamkan kesadaran akan pentingnya pencegahan pencemaran laut, dalam artian harus dibentuk sebuah paradigma baru, bahwa menjadikan ekosistem laut yang bersih itu panting. Memberikan contoh nyata, atau yang biasa disebut sebagai suritauladan (Uswah), adalah salah satu upaya dalam membentuk dan membuka paradigma baru. Dalam memberikan contoh, perlu dilakukan berbagai pendekatan dalam rangka mengambil hati serta menumbuhkan sikap antusiasme masyarakat agar bersedia terlibat langsung dalam berbagai kegiatan berlandaskan wawasan lingkungan.

Membuat hati masyarakat tergerak, dan mampu secara mandiri dalam mengatasi sampah plastik di laut merupakan prestasi luar biasa yang bisa kita sumbangkan pada lingkungan laut sekitar. Pembangunan berbasis masyarakat, merupakan salah satu solusi dari permasalahan sampah plastik di lautan. Percuma saja apabila sebagian masyarakat sadar kemudian sebagian lain tidak, segala upaya yang dilakukan akan sia-sia belaka. Semua upaya dalam mengatasi sampah plastik, haruslah bersifat menyeluruh dalam artian mampu melibatkan seluruh komponen masyarakat yang ada. Jika masyarakat sudah tergerak, maka berbagai upaya selanjutnya akan jauh lebih mudah dilakukan.


1 commentaire


Ini artikelku sendiri, yang kubuat untuk ikut bersama komunitas "Gajahlah Kebersihan" mengampanyekan gerakan bersih-bersih laut. Silahkan dibaca ya!

J'aime

Subscribe Form

Thanks for submitting!

Jl. Andansari Gg. Bandung 3 No. 8 Kode Pos 62216 Kecamatan Lamongan, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur

  • Twitter
  • Facebook
  • Instagram

©2020 by Kacamata Penasaran. Proudly created with Wix.com

bottom of page