top of page

"Pagebluk: Dalang Perikanan yang Penyakitan"

Diperbarui: 29 Nov 2021

Oleh: Muhammad Alif Dzulfikar


Jelas tertulis dalam situs Mongabay (2020), "Selama pagebluk, harga produk perikanan mengalami penurunan hingga lebih dari 50% dari harga normal." Misalnya saja untuk komoditas Ikan Kembung di Kecamatan Mangarabombang, Sulawesi Selatan, yang awalnya 50.000 per 5 ekor, kini anjlok menjadi Rp. 25.000 per 5 ekor. Selain Ikan Kembung, harga jual Ikan Kerapu Bebek dan Ikan Kerapu Sonok juga terjun bebas yang awalnya dihargai ratusan ribu rupiah, kini hanya dijual seharga Rp. 7000/kg. Berarti, beneran penyakitan loh ternyata!! Emang selama pagebluk, perikanan Kita (Indonesia maksudnya, wew) berada di status yang kronis, stadium akhir pula. Miris kan jadinya, huhuhu.


Bagi nelayan dan pembudidaya ikan, sulitnya menjual hasil tangkapan akibat turunnya daya beli adalah kendala utama. ā€œHasil tangkapan normal, kendala utama ada di pemasarannya,ā€ kata salah seorang nelayan. Penurunan daya beli ini terus terjadi akibat adanya kebijakan PSBB yang pernah diterapkan sehingga para pembeli tidak tidak bisa pergi ke pasar, pun demikian dengan negara tujuan ekspor. Akibatnya, banyak restoran tutup sehingga menjadikan permintaan akan produk perikanan kian terjun bebas.


Hal ini menyebabkan banyak pengepul, bahkan perusahaan ekspor sekalipun untuk membatasi agar tidak lagi membeli, atau minimal, mengurangi jatah pembelian produk perikanan tangkap dari nelayan. Eits, kendalanya tidak hanya sampai di sini, karena selain menurunnya daya beli, nelayan dan pembudidaya juga semakin dipersulit dengan biaya operasional yang semakin, "Aishh, saking tingginya, sampek kagak keliatan nih, ehekk." Biaya operasional sendiri meliputi solar sebagai bahan bakar kapal yang cenderung meningkat hampir setiap tahun, ditambah perbaikan dan pembaruan alat tangkap dan kapal itu sendiri bila mengalami kerusakan. So, sampai sini paham? pendapatan nelayan menurun drastis. Kemudian diperparah dengan pengeluaran operasional yang cenderung terus membengkak, sebuah kondisi yang bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. ā€œKondisi ini bahkan jauh lebih parah ketimbang musim angin kencang,ā€ ujar salah seorang nelayan.


Tidak ada pilihan lain, hal ini pun menyebabkan nelayan rela (duh, berat nulisnya) menurunkan harga jual, bahkan hingga lebih dari 50% dari harga normal,agar hasil tangkapan dan budidaya mereka bisa terjual sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan operasional melaut serta mendapatkan upah sebagai modal untuk bisa bertahan dari gerogot ganas pagebluk. Dah merasa cukup miris belum bacanya? Cuss lanjut euy!


Selama kurang lebih hampir sekitar satu setengah tahun pagebluk. Mulai dari bulan Maret 2020 hingga bulan Mei 2021, dari A sampai Z. Selama dan sebanyak itulah, sudah bejibun (Ihhh, betulan bejibun lohh) usaha yang dilakukan oleh pihak berwenang dalam menangani sektor perikanan yang selama pagebluk udah jelas penyakitan ini. Pemerintah Kabupaten Kayong Utara misalnya, dijelaskan dalam situs berita lingkungan Mongabay (2020), melalui Dinas Perikanan setempat, mereka bekerja sama dengan pihak ketiga, yakni pemilik usaha cool storage untuk membeli hasil tangkapan nelayan, di mana hal ini bertujuan agar harga jual hasil tangkapan bisa tetap stabil. Lain di Kabupaten Takalar, demi mendukung ketahanan nelayan selama pagebluk, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) setempat juga melakukan upaya untuk mempertahankan anggaran DAK (Dana Alokasi Khusus) dan DAU (Dana Alokasi Umum) dengan rincian bantuan meliputi pengadaan dan perbaikan kapal serta alat tangkap. Kagak ketinggalan juga, pemerintah pun ikutan ngatur perihal skema logistik produk perikanan selama pagebluk agar tidak ikut dibatasi. Hal ini menjadikan produksi perikanan tetap berjalan, sehingga produk akan tetap tersedia di pasar.


Okay, keknya kita dah terlalu jauh nih ya mengarungi penanganan isu perikanan di luar pulau Jawa. Kali ini ada kok contoh respon pemerintah pusat terhadap permasalahan perikanan di Pulau Jawa. Kita ambil respon Jokowi nih kala menginspeksi Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Brondong Kabupaten Lamongan beberapa waktu yang lalu. Respon beliau, dijelaskan juga dalam situs Mongabay (2020), bahwa pemerintah pusat tidak bisa mengendalikan harga karena menyangkut pasar yang luas baik di dalam maupun luar negeri, pemerintah hanya bisa memberikan ijin. Kukira pemerintah bisa melakukan segalanya. Ah, sudahlah malih!!

Apa segudang strategi yang dilakukan pemerintah sudah efektif? Owh, tentu saja tidak bisa sepenuhnya dibilang iya. Coba deh kita mempreteli satu-persatu nih, mulai dari skema cool storage yang nyatnya masih saja memiliki celah. Bisa dibilang, skema ini hanya akan efektif dalam jangka pendek. Mengapa? karena ikan yang terlalu lama didinginkan, tingkat kesegarannaya pun tentu juga akan turun sehingga secara tidak langsung, hal ini tentu menurunkan daya beli konsumen terhadap produk perikanan, alias sama aja, iya nggak sih? Berikutnya, perihal bantuan non tunai dari pemerintah kepada nelayan yang juga sama halnya kayak skema cool storage, alias banyak juga kurangnya, duhh. Mulai tidak meratanya bantuan, hingga bentuk bantuan yang bisa dikatakan kurang manusiawi (dikit banget, please deh!). Nih pasti ada hubungannya sama korupsi dana Bansos kayaknya, canda Bansos, ehek. Terakhir euy, soal pernyataan ketidakmampuan pemerintah pusat dalam mengendalikan harga. Sebuah pernyataan yang tidak mendasar kurasa. Iya memang tidak mendasar dan cenderung ngawur, padahal kita semua tahu bahwa pemerintah bisa melakukan segalanya bukan? Sekurang-kurangnya sih membuat kebijakan yang pro kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan, iya kan? kan?


Yah, pada akhirnya, sesuai dengan konsep umum kebijakan publik ya, jadi yang namanya kebijakan nih gaada kok yang betulan sempurna. Alias semua sih pasti ada celahnya lah ya. Lantas, yang bisa dilakukan pemerintah ya menetapkan kebijakan mana yang paling banyak mampu mendatangkan kebaikan bagi publik. Nah, ketika kita menemui hal yang sebaliknya, maka memberikan kritik yang membangun terhadap kebijakan tersebut adalah cara kita mendukug pemerintah, bukan lain agar kebijakan yang telah ditetapkan bisa dikaji ulang sehingga dapat terwujud kebaikan bersama.


Comments


Subscribe Form

Thanks for submitting!

Jl. Andansari Gg. Bandung 3 No. 8 Kode Pos 62216 Kecamatan Lamongan, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur

  • Twitter
  • Facebook
  • Instagram

©2020 by Kacamata Penasaran. Proudly created with Wix.com

bottom of page